ilustrasi perdagangan . Sumber: Pexels.
BisnisLife.com – Produk matras asal Indonesia berhasil terbebas dari pengenaan Bea Masuk Antisubsidi, atau Bea Masuk Imbalan, oleh Pemerintah Amerika Serikat ‘AS’.
Keputusan pembebasan tersebut dikeluarkan Otoritas AS yaitu United States Department of Commerce (USDOC) yang dicantumkan dalam Federal Register Vol. 89, No. 140 pada tanggal 22 Juli 2024.
Dengan dibebaskannya Indonesia dari pengenaan Bea Masuk Imbalan (BMI) di AS tersebut, Indonesia berhasil mengamankan akses pasar ekspor ke AS sebesar kurang lebih USD 370,4 juta atau setara Rp5,98 triliun.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyambut baik keputusan tersebut. Ia optimistis ekspor produk matras Indonesia akan kembali berjaya di AS.
BACA:
Mendag Zulkifli Hasan, mengatakan:
“Ekspor matras Indonesia ke AS akhirnya bebas dari penerapan Bea Masuk Imbalan.”
“Pencapaian ini patut disyukuri sebagai hasil kolaborasi yang baik antara Pemerintah Indonesia dan pelaku usaha Indonesia.”
“Dalam menghadapi penyelidikan dari Otoritas AS. Kami optimistis, ekspor matras di Indonesia akan kembali berjaya.”
Mendag Zulkifli Hasan menambahkan, hasil penyelidikan Otoritas AS menyimpulkan, margin subsidi yang diterima eksportir matras Indonesia sangat kecil.
Nilai margin tersebut kurang dari satu persen ad valorem atau masuk kategori de minimis.
Sejak 17 Agustus 2023, USDOC memulai penyelidikan antisubsidi untuk produk matras asal Indonesia dengan pos tarif:
- 9404.21.0010,
- 9404.21.0013,
- 9404.21.0095,
- 9404.29.1005,
- 9404.29.1003,
- 9404.29.1095,
- 9404.29.9085,
- 9404.29.9087,
- 9404.29.9095,
- 9401.41.0000,
- 9401.49.0000,
- 9401.99.9081.
Mendag Zulkifli Hasan menjelaskan, Kemendag melalui Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri telah menempuh langkah proaktif selama proses penyelidikan.
Berbagai koordinasi intensif dijalankan Kemendag dengan perusahaan Indonesia, kementerian, dan lembaga, dalam menjawab kuesioner awal serta kuesioner tambahan yang disampaikan USDOC.
“Kemendag juga telah memfasilitasi verifikasi oleh Otoritas AS pada Februari 2024 di Jakarta,” jelas Mendag Zulkifli Hasan.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag RI Budi Santoso mengungkapkan:
“Hasil akhir penyelidikan sejalan dengan hasil penyelidikan sementara (preliminary determination) yang telah diterbitkan USDOC pada 26 Desember 2023 lalu.”
Menurutnya, pembelaan bersama oleh pemerintah dan eksportir matras Indonesia akhirnya berbuah manis dengan dihentikannya kasus ini tanpa adanya rekomendasi penerapan BMI.
Dengan demikian, produk matras Indonesia tetap berdaya saing di pasar AS.
“Selama proses penyelidikan berlangsung, Pemerintah RI, pihak swasta, penasehat hukum (legal counsel).”
“Dan perwakilan perdagangan RI di AS secara maksimal mengupayakan pembelaan di bawah koordinasi Direktorat Pengamanan Perdagangan Kemendag RI,” kata Budi.
Budi juga mengatakan, kabar baik hasil akhir penyelidikan anti subsidi untuk produk matras Indonesia menjadi berita baik menjelang perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Republik Indonesia.
Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag RI Natan Kambuno menambahkan, momentum keberhasilan ini harus dimanfatkan eksportir Indonesia.
Khususnya untuk meningkatkan performa ekspor matras yang sempat terganggu ke AS.
“Kami berharap eksportir matras Indonesia dapat memanfaatkan momentum baik ini untuk menggenjot ekspornya ke pasar AS,”ujar Natan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, nilai ekspor matras Indonesia ke AS dengan kode sistem harmonisasi (HS) 9404.21 dan 9404.29 pada 2023 tercatat sebesar USD 303,8 Juta.
Selama periode Januari—Mei 2024, Indonesia mencatatkan ekspor untuk produk matras sebesar USD 106,8 juta. Nilai ini turun 12,68 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Natan juga mengatakan, saat ini Direktorat Pengamanan Perdagangan Kemendag sedang menangani 26 kasus hambatan perdagangan dari 10 negara mitra dagang Indonesia berupa penyelidikan trade remedies.
Penyelidikan tersebut terdiri atas 13 penyelidikan antidumping, 8 penyelidikan countervailing duty, 3 penyelidikan safeguard, dan 2 anti-circumvention.
”Selain itu, juga terdapat 13 hambatan teknis perdagangan dari 6 negara mitra dagang,” ungkap Natan