Dr. dr. Dominicus Husada, DTM&H, MCTM(TP), Sp.A(K), Dokter Spesialis Anak.
BisnisLife.com – Setiap anak berhak tumbuh sehat dan meraih masa depan tanpa dibayangi penyakit yang sebenarnya bisa dicegah. Namun, kenyataannya masih banyak anak Indonesia harus menghadapi risiko serius akibat penyakit menular, salah satunya campak, yang kini tengah mewabah di berbagai wilayah.
Kementerian Kesehatan mencatat hingga Agustus 2025 terdapat 46 Kejadian Luar Biasa (KLB) campak di Indonesia. Jawa Timur menjadi salah satu daerah dengan angka tinggi, terutama Kabupaten Sumenep yang melaporkan 2.139 kasus suspek campak, 205 kasus terkonfirmasi, dan 20 anak meninggal dunia.
Kondisi ini sejalan dengan laporan World Health Organization (WHO) yang mencatat 107.500 kematian akibat campak di seluruh dunia pada 2023, sebagian besar dialami anak di bawah usia 5 tahun.
Penularan Lebih Cepat dari COVID-19
Studi menunjukkan campak merupakan penyakit sangat menular, bahkan lebih cepat dibandingkan COVID-19. Satu orang yang terinfeksi bisa menularkan penyakit ini ke 14–18 orang lain, sementara COVID-19 hanya sekitar 1–6 orang.
Penularan terjadi melalui udara ketika penderita bernapas, batuk, atau bersin. Selain mudah menular, campak juga dapat memicu komplikasi berat hingga kematian.
“Pneumonia, diare berat, hingga radang otak (ensefalitis) merupakan beberapa komplikasi serius dari campak yang berisiko menyebabkan kecacatan permanen atau bahkan kematian,” jelas Dr. dr. Dominicus Husada, DTM&H, MCTM(TP), Sp.A(K), Dokter Spesialis Anak.
Imunisasi sebagai Perlindungan Utama
Meski berbahaya, campak dapat dicegah melalui imunisasi. Data Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menunjukkan imunisasi campak telah mencegah sekitar 60 juta kematian secara global antara 2000–2023.
Namun, cakupan imunisasi campak di Indonesia masih jauh dari target 95% yang dibutuhkan untuk membentuk kekebalan kelompok (herd immunity).
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan jadwal imunisasi campak-rubella (MR) atau MMR, yaitu: Dosis pertama: usia 9 bulan (vaksin MR), dosis kedua: usia 15–18 bulan dan dosis ketiga/booster: usia 5–7 tahun.
“Apabila anak belum menerima vaksin MR hingga usia 12 bulan, vaksin MMR dapat diberikan sebagai dosis pertama. Di Indonesia, dosis kedua diberikan dengan interval 6 bulan, lalu sekali lagi pada usia 5–7 tahun. Dengan mengikuti jadwal imunisasi lengkap, anak memiliki peluang lebih besar untuk terlindungi dari campak, serta berkurangnya risiko komplikasi akibat gondongan dan rubella,” tambah dr. Dominicus.
Peran Orang Tua
Selain imunisasi, dr. Dominicus juga mengingatkan orang tua untuk mengambil langkah pencegahan sederhana:
– Menghindari kontak langsung dengan penderita campak.
– Menjaga kebersihan diri dan lingkungan, termasuk mencuci tangan rutin.
– Memastikan ventilasi ruangan baik.
– Menjaga daya tahan tubuh anak dengan gizi seimbang, tidur cukup, dan aktivitas fisik teratur.
– Melengkapi imunisasi sesuai jadwal IDAI.
Dukungan dari MSD Indonesia
Sebagai mitra Kementerian Kesehatan, MSD Indonesia menegaskan komitmennya mendukung upaya pencegahan campak di Indonesia.
dr. Amrilmaen Badawi, Country Medical Lead MSD Indonesia, mengatakan setiap anak berhak mendapatkan akses kesehatan terbaik untuk kualitas hidup yang lebih sehat.
“Kasus KLB campak yang baru-baru ini terjadi menjadi alarm bagi kita semua untuk lebih waspada terhadap penyakit infeksi menular, khususnya pada bayi dan anak. Karena itu, jangan tunggu gejala muncul. Segera cek kembali buku imunisasi anak, pastikan dosis MMR lengkap, dan bersama-sama kita lindungi generasi penerus agar tumbuh sehat dan kuat,” ujarnya.