BisnisLife.com – Pemerintah melalui Kemenperin terus melakukan penurunan emisi Gas Rumah Kaca ‘GRK’ dengan meningkatkan daya saing industri manufaktur yang menerapkan prinsip berkelanjutan.
Salah satu upayanya adalah melalui kebijakan industri hijau yang secara garis besar sudah mencakup tiga pilar dalam aspek sustainability, yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial.
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Andi Rizaldi, mengatakan:
“Industri hijau juga dapat digunakan sebagai tools dalam penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) guna mencapai target yang telah ditetapkan.”
Hal tersebut diucapkan pada Forum Industri Hijau Nasional Tingkat Provinsi dan Program Fasilitasi Sertifikasi Standar Industri Hijau yang dilaksanakan di Surabaya, Selasa (30/4).
Menurut Kepala BSKJI,pengembangan industri hijau bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, tetapi juga dibutuhkan peran aktif dari semua pemangku kepentingan.
Terutama pemerintah daerah untuk mendorong para pelaku usaha di sektor industri bertransformasi dari industri konvensional menjadi industri hijau melalui penerapan Standar Industri Hijau (SIH).
“Dengan penerapan industri hijau diharapkan dapat menjawab berbagai isu dan tantangan ke depan seperti perubahan iklim dan dekarbonisasi,” ujarnya.
BACA:
“Peran aktif semua pihak untuk menciptakan masa depan yang lebih baik, lebih hijau, dan lebih berkelanjutan akan menjadi warisan positif untuk generasi mendatang,” terang Andi.
Penerapan SIH merupakan salah satu instrumen yang akan menjadi backbone untuk mencapai tujuan:
“Kami akan mendorong SIH ini untuk memperkuat akses pasar, akses pendanaan, sekaligus pendorong pencapaian target dekarbonisasi,” imbuhnya.
“Terdapat beberapa hal yang akan menjadi fokus pengembangan SIH ke depannya seperti mendorong SIH dapat berperan signifikan dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Green Public Procurement).
“Serta SIH diharapkan dapat bertindak sebagai safeguarding produk nasional dalam rangka menghadapi perubahan regulasi di negara tujuan ekspor terutama CBAM (Carbon Border Adjustment Mechanism).”
“Sebagai contoh SIH terkait alumunium, baja, dan hidrogen.”
Di samping itu, SIH diarahkan untuk menjadi salah satu instrumen dalam mencapai nilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP).
Hal ini guna memenuhi ketentuan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).
Selanjutnya, SIH juga diarahkan untuk dapat menjadi salah satu instrumen perdagangan internasional.
Baik sebagai NTM (Non-Tariff Measures) melalui pemberlakuan SIH secara wajib untuk menghadapi gempuran produk impor.
Juga menjadi salah satu faktor untuk pemenuhan kriteria ketentuan asal (COO) dalam kerangka kerja sama perdagangan bebas dengan negara mitra.
“Bahkan kami mendorong SIH turut berperan dalam pencapaian target industri prioritas sesuai program strategis Kementerian untuk meningkatkan daya saing sekaligus memenuhi komitmen negara dalam NDC dan NZE,” papar Andi.
Melalui Forum Industri Hijau Nasional, Kemenperin juga mendorong para pembina industri di seluruh wilayah Indonesia agar dapat bersinergi dan berkolaborasi dengan semua pemangku kepentingan.
Forum ini diharapkan dapat menjadi wadah untuk saling bertukar pengetahuan, peningkatan pemahaman dan kesadaran terhadap implementasi industri hijau.
Termasuk peran serta pemerintah daerah dalam memberikan stimulus insentif bagi industri untuk bertransformasi menjadi hijau.
“Di masa mendatang apresiasi kinerja industri hijau dalam bentuk penghargaan industri hijau tidak hanya diberikan kepada pelaku industri saja.”
“Tetapi juga pihak-pihak yang telah berkontribusi termasuk bagi pemerintah daerah yang telah berperan aktif dalam pengembangan dan transformasi industri binaannya menjadi industri hijau,” ungkap Andi.
Dalam rangkaian forum ini, Kemenperin juga meresmikan Program Fasilitasi Sertifikasi Standar Industri Hijau, yang merupakan salah satu upaya untuk membantu industri dapat bertransformasi menjadi industri hijau.
“Pada tahun 2024, kami mentargetkan 70 perusahaan industri yang dapat terfasilitasi Sertifikasi Industri Hijau.
Di tahap I, sudah ada 48 perusahaan industri yang terdaftar sebagai penerima bantuan fasilitasi tersebut,” pungkasnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Pusat Industri Hijau Apit Pria Nugraha menyampaikan beberapa manfaat penerapan SIH maupun keuntungan memiliki Sertifikat Standar Industri Hijau, antara lain:
Manfaat berikutnya, yakni:
Dalam upaya mencapai peningkatan daya saing dan target pertumbuhan ekonomi nasional di tahun 2045, SDG’s, NDC Indonesia, dan NZE, maka perlu adanya percepatan penerapan dan transformasi industri manufaktur menjadi industri hijau.
“Untuk mendorong percepatan dan transformasi tersebut perlu adanya pemberian stimulus berupa fasilitasi insentif.”
“Pemberian fasilitasi insentif baik fiskal atau non fiskal sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2018, yang dapat dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah,” jelas Apit.
BisnisLife.com - ART SG, pameran seni internasional terkemuka Singapura dan Asia Tenggara, akan menampilkan 106…
BisnisLife.com - Pada sesi ketiga Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Brasil pada Selasa, 19…
BisnisLife – Dalam era digital yang serba cepat, hubungan antara pelanggan dan brand tidak lagi…
BisnisLife.com - Memasuki satu tahun perjalanan, Bank Saqu, berhasil mencatatkan pencapaian positif dengan jumlah nasabah…
BisnisLife.com - KAI terus berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik bagi para pelanggan, termasuk melalui layanan…
BisnisLife.com - Neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2024 membukukan surplus sebesar USD 2,48 miliar. Surplus…
This website uses cookies.