Bisnis

Pemerintah Dorong AS Otorisasi Pembebasan Tarif Bea Masuk

BisnisLife.com – Pemerintah Indonesia mendorong Amerika Serikat ‘AS’ untuk mendorong otorisasi pembaruan GSP atau tarif bea masuk.

GSP adalah program preferensi pembebasan tarif bea masuk yang diterapkan secara unilateral oleh AS kepada negara berkembang, termasuk Indonesia.

Hal ini dilakukan pemerintah melalui Atase Perdagangan Washington D.C Ranitya Kusumadewi menghadiri pertemuan dengan sejumlah negara.

Pertemuan ini untuk negara penerima manfaat Generalized System of Preferences (GSP)/Alliance of GSP Countries (AGSPC) pada tingkat teknis.

Yang berlokasi di Kedutaan Besar Thailand di Washington D.C, Amerika Serikat pada Selasa lalu (27/2).


BACA:


Pertemuan membahas langkah bersama dalam mendorong otorisasi pembaruan GSP yang telah habis masa berlakunya pada 31 Desember 2020.

Setelah melalui proses peninjauan ulang sejak 2018, Pemerintah AS melalui United States Trade Representative (USTR) telah memutuskan untuk memperpanjang pemberian GSP kepada Indonesia.

Namun sejak keputusan tersebut, penerapan GSP untuk Indonesia dan sejumlah negara penerima GSP tertunda menunggu persetujuan proses otorisasi GSP dari Parlemen AS.

Sebagai dampaknya selama lebih dari tiga tahun, para pelaku usaha diharuskan membayar bea masuk untuk produk-produk GSP.

Meski demikian, bea masuk tersebut bersifat retroaktif atau akan dikembalikan setelah GSP diotorisasi.

“Indonesia terus melakukan berbagai upaya dalam mendorong otorisasi GSP guna meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia di pasar AS.”

“Tertundanya penerapan GSP selama tiga tahun ini tidak hanya berdampak terhadap eksportir Indonesia.”

“Namun juga konsumen dan pelaku usaha AS yang membutuhkan sumber alternatif dalam rantai pasoknya.”

“Kita terus mempertegas bahwa otorisasi GSP akan membawa keuntungan bagi kedua belah pihak,” ujar Ranitya.

Pembahasan otorisasi GSP saat ini berada di Parlemen dengan sejumlah isu yang mencuat, seperti:

  • Kriteria eligibilitas negara penerima GSP, ketentuan asal barang, serta cakupan dan batasan jumlah produk.

“Dengan pemilu AS yang akan dilakukan pada akhir tahun ini, AGSPC akan menggunakan momentum ini untuk mengintensifkan upaya mendorong Parlemen AS menyetujui otorisasi GSP,” lanjut Ranitya.

Pada 2023, Indonesia merupakan negara penerima manfaat GSP terbesar dengan nilai ekspor USD 3,56 miliar.

Negara penerima berikutnya yaitu Thailand (USD 3,1 miliar), Kamboja (USD 2,9 miliar), Brazil (USD 2,5 miliar), dan Filipina (USD 1,8 miliar).

Irfan Laskito

Recent Posts

BAIK ART, SUN Contemporary, dan Galeri Gajah Hadir di Marina Bay Sands pada 17-19 Januari 2025

BisnisLife.com - ART SG, pameran seni internasional terkemuka Singapura dan Asia Tenggara, akan menampilkan 106…

23 jam ago

Komitmen Indonesia pada Pembangunan Berkelanjutan dan Transisi Energi

BisnisLife.com - Pada sesi ketiga Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Brasil pada Selasa, 19…

24 jam ago

OCA Indonesia, Solusi Modern untuk Hubungan Lebih Personal dengan Pelanggan

BisnisLife – Dalam era digital yang serba cepat, hubungan antara pelanggan dan brand tidak lagi…

1 hari ago

Satu Tahun Bank Saqu, Nasabah Hampir 2 Juta Pengguna

BisnisLife.com - Memasuki satu tahun perjalanan, Bank Saqu, berhasil mencatatkan pencapaian positif dengan jumlah nasabah…

1 hari ago

Barang Tertinggal di KAI Senilai Lebih dari Rp11 Miliar

BisnisLife.com - KAI terus berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik bagi para pelanggan, termasuk melalui layanan…

1 hari ago

Neraca Dagang Oktober 2024 Surplus USD 2,48 Miliar

BisnisLife.com - Neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2024 membukukan surplus sebesar USD 2,48 miliar. Surplus…

1 hari ago

This website uses cookies.