BisnisLife.com – Kementerian Perindustrian ‘Kemenperin’ mengincar generasi milenial dan Gen Z untuk industri batik dalam negeri.
Hal ini dengan terus meningkatkan kemampuan dan keterampilan para pelaku industri fesyen.
Khususnya para perajin batik, di tengah maraknya produk fesyen impor dan batik printing yang dijual dengan harga murah.
Kemenperin juga mendampingi Industri batik dalam negeri untuk terus beradaptasi untuk dapat menguasai pasar dalam negeri maupun mancanegara.
“Oleh karena itu,kami terus menggaungkan pentingnya pengenalan teknik fesyen yang berkelanjutan.”
“Salah satunya yaitu dengan memanfaatkan pewarna alam untuk industri batik.”
Menurut Dirjen IKMA,pelaku IKM batik harus semakin adaptif tanpa mengesampingkan pakem sejarah pembuatannya dan dampak yang ditimbulkan.
“Saat ini memang merupakan era untuk lebih memaksimalkan penggunaan pewarna alam yang dapat memberikan nilai tambah pada batik.”
“Sekaligus untuk menekan kerusakan lingkungan,” ungkapnya.
Ditjen IKMA tak henti mendorong para pelaku IKM fesyen, termasuk IKM batik untuk mulai beralih ke konsep fesyen yang inklusif dan berkelanjutan (sustainable fashion).
Konsep ini, lanjut Reni, mengedepankan nilai-nilai dari seluruh aspek atau pihak yang terlibat dalam industri tersebut, baik aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
“Dengan mengedepankan konsep berkelanjutan tersebut, industri batik dapat lebih bertahan dan melawan arus tren industri fesyen yang serba cepat dan menyumbang banyak limbah,” imbuhnya.
Selain itu, memberikan nilai tambah dan citra produk seiring dengan meningkatnya green lifestyle dan green consumerism.
BACA:
“Berbagai gaya hidup sehat, aktivitas olahraga, dan meningkatnya kesadaran akan kelestarian lingkungan telah menjadi budaya generasi muda yang juga harus diperhatikan oleh para pelaku industri,” tuturnya.
“Kami terus mengenalkan industri batik yang ramah lingkungan kepada IKM batik binaan Ditjen IKMA.”
“Sehingga dapat menekan jumlah limbah padat dan cair dari industri pakaian dan tekstil,” ujar Dirjen IKMA.
Acara tersebut juga merupakan bagian kegiatan yang diadakan dalam rangka menyambut Hari Batik Nasional yang digagas dan dilaksanakan bersama YBI.
Sebanyak 25 peserta perajin batik diberikan pengetahuan dan keterampilan mengenai teknik pewarnaan alam, sekaligus cara pemasaran batik.
“IKM harus mengenal bahwa zat kimia yang selama ini mereka pakai dapat menghasilkan limbah yang harus diolah ulang dengan biaya tinggi.”
“Maka dari itu, kami perkenalkan dengan zat warna alam misalnya dari daun atau kulit pohon jati, daun indigo, kulit pohon mangga, dan sebagainya,” paparnya.
Reni menambahkan, penggunaan warna alam di industri batik membutuhkan waktu produksi yang lebih panjang.
Hal terpenting dalam penggunaan zat warna alam ini, yaitu adanya pencatatan hasil warna yang dihasilkan dari komposisi bahan baku yang tepat.
“Inilah tantangannya, bagaimana bisa memformulasikan berbagai level warna dari bahan baku alam,” ujarnya.
BisnisLife.com - ART SG, pameran seni internasional terkemuka Singapura dan Asia Tenggara, akan menampilkan 106…
BisnisLife.com - Pada sesi ketiga Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Brasil pada Selasa, 19…
BisnisLife – Dalam era digital yang serba cepat, hubungan antara pelanggan dan brand tidak lagi…
BisnisLife.com - Memasuki satu tahun perjalanan, Bank Saqu, berhasil mencatatkan pencapaian positif dengan jumlah nasabah…
BisnisLife.com - KAI terus berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik bagi para pelanggan, termasuk melalui layanan…
BisnisLife.com - Neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2024 membukukan surplus sebesar USD 2,48 miliar. Surplus…
This website uses cookies.