Industri Makanan & Minuman Perlu Terapkan Standar Mutu Produk
BisnisLife.com – Industri makanan dan minuman (mamin) konsisten menunjukkan kinerja yang positif dan memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasioanl.
Pada triwulan III tahun 2024, industri mamin mampu bertumbuh sebesar 5,82 persen, di atas pertumbuhan PDB nasional sebesar 4,95 persen.
Pada periode yang sama, industri mamin memberikan andil sebesar 40,17 persen terhadap PDB industri pengolahan nonmigas, sehingga menjadikannya sebagai subsektor dengan kontribusi PDB terbesar.
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kementerian Perindustrian, Andi Rizaldi dalam keterangannya di Jakarta, Senin (23/12), mengatakan:
“Industri makanan dan minuman merupakan salah satu sektor yang mendapat prioritas pengembangan.”
“Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024 dan peta jalan Making Indonesia 4.0.”
BACA:
Kepala BSKJI menyampaikan, guna mengoptimalkan performa industri mamin, perlu juga upaya untuk memastikan bahwa produk pangan yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu yang tinggi.
Hal ini melalui penerapan ISO 9001:2015 dan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib.
Penerapan ISO 9001:2015 yang menjadi standar internasional untuk sistem manajemen mutu, diyakini akan membuat perusahaan dapat meningkatkan efisiensi proses, konsistensi produk, dan kepuasan pelanggan.
“SNI wajib bagi produk pangan bertujuan memastikan pemenuhan standar mutu nasional, yang dapat memberikan perlindungan kepada konsumen.”
“Serta memperkuat daya saing produk lokal. Selain itu, adanya penerapan SNI di sektor IKM, juga berpeluang meningkatkan kepercayaan konsumen, akses ke pasar yang lebih luas, serta efisiensi pada operasional,” papar Andi.
Kementerian Perindustrian dan Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah mengadopsi ISO 9001:2015 menjadi SNI ISO 9001:2015.
Standar ini mendukung pengembangan budaya kerja kondusif dan pencapaian tujuan bisnis yang optimal.
Namun demikian, saat ini masih diperlukan upaya strategis untuk meningkatkan penerapan standar tersebut di sektor IKM pangan.
Upaya itu antara lain mendukung pelaku usaha dengan pengurangan biaya sertifikasi, meningkatkan pemahaman pelaku usaha tentang manfaat dan proses sertifikasi.
Serta merancang prosedur sertifikasi yang lebih mudah diakses oleh pelaku IKM.
Direktur Kebijakan Ekonomi Ketenagakerjaan dan Pengembangan Regional Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Yurike Patricia Marpaung, mengatakan:
“Sertifikasi menjamin bahwa produk aman dan berkualitas sehingga membuka peluang untuk masuk ke pasar modern dan ekspor.”
“Bahkan, dengan standar yang terstruktur, proses produksi bisa menjadi lebih efektif.”
Ia mengatakan pada Serah terima Naskah Kebijakan yang berjudul Peluang dan Tantangan Penerapan ISO 9001:2015 dan SNI Wajib untuk Industri Pangan Mikro dan Kecil di:
- Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Agro (BBSPJIA) Bogor, beberapa waktu lalu.
Plt. Kepala BBSPJIA Bogor, Siti Rohmah Siregar menyampaikan, sejumlah kendala dalam penerapan ISO 9001:2015 dan SNI Wajib di sektor IKM, di antaranya:
- Tingginya biaya sertifikasi,
- Kurangnya pengetahuan,
- Kompleksitas prosedur.
“Proses sertifikasi membutuhkan investasi yang signifikan, mulai dari pelatihan hingga audit yang dianggap rumit.”
“Yang menyebabkan banyak pelaku usaha kecil dan mikro belum memahami pentingnya sertifikasi,” ungkapnya.
Oleh karena itu, BRIN bersama BBSPJIA Bogor melakukan kajian terhadap kebijakan terkait penerapan ISO 9001:2015 dan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib untuk IKM pangan.
Hasil kajian menunjukkan bahwa masih sedikit pelaku IKM yang menerapkan standardisasi sertifikasi seperti:
- SNI atau ISO, dan juga masih minimnya pelaku IKM yang menggunakan internet sebagai sarana pemasaran produk.
Padahal, bagi IKM yang telah mempunyai atau menerapkan SNI/ISO, akan memiliki tingkat produktivitas 14% lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak memilikinya.
Hal ini berlaku pula terhadap IKM yang memiliki akses internet dan SNI/ISO.
Bahkan, bagi IKM yang memiliki kedua hal tersebut, dinilai memiliki tingkat produktivitas 15% lebih tinggi daripada IKM yang tidak memiliki keduanya.
“Harapannya, pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan terkait, dapat bekerja sama mengatasi tantangan yang ada itu.”
“Sehingga industri pangan khususnya sektor IKM dapat memanfaatkan peluang ini untuk memacu pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan,” tutup Siti.
Untuk artikel lainnya, lihat terus BisnisLife.com dan Instagram BisnisLife.